Penguatan Tata Kelola, UKSW Gelar Diskusi Strategis Pasca MBKM Bersama Pakar Nasional

Dalam upaya memperkuat tata kelola organisasi dan menjawab tantangan regulasi pendidikan tinggi pasca implementasi kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menyelenggarakan Sharing Session bertajuk “Tata Kelola Organisasi dan Perkembangan Regulasi Pasca MBKM”, Kamis (22/05/2025). Kegiatan ini menghadirkan narasumber nasional yang memiliki rekam jejak panjang dalam pengembangan sistem pendidikan tinggi di Indonesia, Profesor Dr. Johannes Gunawan, S.H., LL.M.

Acara dibuka secara resmi oleh Rektor UKSW, Profesor Intiyas Utami, yang dalam sambutannya menegaskan komitmen UKSW sebagai institusi pendidikan tinggi yang terus belajar dan bertumbuh. “Kami menyambut baik kesempatan ini untuk belajar dari Profesor Johannes. UKSW sejak awal telah mengembangkan pemikiran progresif, bahkan sebelum MBKM hadir. Konsep shopping around sudah kami jalankan sebagai bentuk pembelajaran lintas program studi. Kini, melalui istilah Kampus Berdampak, kami ingin memastikan bahwa setiap langkah institusi selaras dengan kebutuhan masyarakat,” ujar Rektor Intiyas. 

Visi Berdampak

Profesor Johannes Gunawan, yang merupakan anggota Dewan Pakar Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (ABP-PTSI), konsultan hukum perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, sekaligus Ketua Tim Nasional Pengembang Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Perguruan Tinggi, menyoroti pentingnya tata kelola institusi yang unggul dan inklusif dalam konteks perubahan global yang ditandai dengan era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dan kini bertransformasi menjadi TUNA (Turbulence, Uncertainty, Novelty, Ambiguity).

“Universitas tidak hanya bertujuan mencetak lulusan unggul, namun juga berkewajiban memajukan peradaban dan meningkatkan kesejahteraan manusia,” terang Profesor Johannes. Ia menekankan bahwa universitas tidak cukup hanya mengejar status World Class University, tetapi harus hadir bagi masyarakat terpinggirkan.

“Ketika saya membaca fostering creative minority, saya merasa itu adalah visi yang luhur. Ini bukan sekadar narasi, tetapi bagaimana UKSW berpihak pada mereka yang tersisih,” tambah Profesor Universitas Katolik Parahyangan yang pernah menjadi Tenaga Ahli Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) ini. 

Harmonisasi Visi

Dalam konteks tata kelola, Profesor Johannes menyoroti potensi konflik antar pemangku kepentingan di perguruan tinggi swasta yang dapat muncul dari perbedaan orientasi antara pengelola akademik dan yayasan. Ia menawarkan strategi harmonisasi visi dan misi kelembagaan melalui pembagian peran yang jelas serta komunikasi yang etis dan berkelanjutan.

“Di bidang akademik, pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus berjalan sinergis dengan bidang non-akademik seperti organisasi, ketenagaan, dan keuangan. Relasi antara yayasan dan pengelola perguruan tinggi harus ditopang oleh prinsip transparansi dan akuntabilitas yang kuat,” ungkapnya.

Tak ketinggalan, Profesor Johannes memberikan apresiasi terhadap keberagaman yang hidup di UKSW. Ia menyoroti penampilan Voice of Satya Wacana Christian University (Voice of SWCU) yang menurutnya mencerminkan semangat learning to live together. “UKSW telah menunjukkan bahwa keberagaman bukan sumber konflik, melainkan kekuatan. Ini selaras dengan esensi dari tata kelola pendidikan yang membangun masyarakat damai dan inklusif,” ujarnya.

Harmonisasi Visi

Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Profesor Dr. Thomas Suyatno yang juga turut hadir dalam kesempatan ini, menambahkan dimensi regulatif dan otonomi pendidikan tinggi. Dijelaskannya bahwa otonomi perguruan tinggi tidak hanya bersifat akademik, tetapi juga mencakup aspek non akademik seperti pengelolaan SDM dan kelembagaan. Ia menekankan bahwa pendidikan dan penelitian seyogianya diabdikan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut, jajaran Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana (YPTKSW) terpilih periode 2025–2030 turut hadir secara daring, yakni Jeffrie Andrie Anderzon Lempas, M.Si., Frans Victor Kailola, S.E., dan Rina R. Rahmawati, S.E., Akt. Dalam tanggapannya, Jeffrie dan Frans Victor menyampaikan apresiasi atas kedalaman materi yang disampaikan dalam forum tersebut. “Kami merasa sangat diperkaya dengan wawasan baru, khususnya terkait tata kelola perguruan tinggi. Tantangannya sekarang adalah bagaimana kami melakukan evaluasi internal agar nilai-nilai tersebut benar-benar terimplementasi di UKSW,” ujar Frans Victor Kailola.

Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Wakil Rektor Bidang Pengajaran, Akademik, dan Kemahasiswaan (WR PAK) Prof. Ferdy S. Rondonuwu, Wakil Rektor Bidang Keuangan, Infrastruktur, dan Perencanaan (WR KIP) Priyo Hari Adi, Ph.D., Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Kewirausahaan (WR RIK) Prof. Eko Sediyono, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Kealumnian (WR KK) Prof. Yafet Yosafet Wilben Rissy, serta pimpinan fakultas. 

Dengan kegiatan ini, UKSW menegaskan dirinya sebagai institusi yang mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4 pendidikan berkualitas, SDGs ke-10 mengurangi ketimpangan, SDGs ke-16 perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh, SDGs ke-17 kemitraan untuk mencapai tujuan. Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 31 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. Salam Satu Hati UKSW!

Bagikan di jejaring sosial: