Sumbangkan Keahlian Menjadi Caregiver di Jepang
Glanesty Koelima atau yang akrab disapa dengan Tuty, merupakan alumni prodi Ilmu Keperawatan Angkatan 2011 yang kini berkarya menjadi perawat gerontic (perawat lansia) di Roujin Home Shintsukuba dan Day service Aiwaen, Kogashi Ibarakiken, Jepang. Perjalanannya ia mulai dengan memutuskan merantau dari So’e, Nusa Tenggara Timur ke Salatiga dan memantapkan dirinya untuk menempuh pendidikan di UKSW. Merantau ke Salatiga tanpa dampingan orang tua ataupun saudara, menjadi momen yang tidak terlupakan baginya sepanjang hidupnya. Tinggal di Asrama Kartini pada masa itu, Tuty mendapatkan banyak teman dari daerah lain serta belajar budaya masing-masing daerah. Ia juga aktif dalam kegiatan kampus, salah satunya ia pernah menjadi Ketua Komisi A BPMF FKIK. Disitulah Tuty membentuk karakter kepemimpinan, ia banyak belajar tentang organisasi dan memperluas jaringan dengan sesama perwakilan Lembaga Kemahasiswaan Fakultas di UKSW.
Mengejar kesempatan berkarya di Negeri Sakura
Lulus dari UKSW pada Oktober 2015, Tuty melanjutkan Pendidikan profesi ners di STIKES Ngudi Waluyo Ungaran (UNW) dan lulus pada Oktober 2016. Setelah selesai menempuh pendidikannya, ia kembali ke daerah asalnya di So’e. Mendapatkan informasi peluang kerja yang besar di Jepang dari sesama teman perawat dari STIKES UNW yang sudah terlebih dahulu disana, membuat Tuty berpikir untuk mengejar kesempatan yang sama. Ia dan beberapa temannya sesama alumni UKSW bertekad untuk bekerja di Jepang dengan cara mendaftarkan diri melalui suatu Yayasan LPK yang pada saat itu bekerjasama dengan STIKES UNW untuk perekrutan lulusan keperawatan. Tuty mengikuti pelatihan Bahasa Jepang pada tahun 2017 selama 1 tahun hingga tahap N2. Pada tahun 2018 ia sempat bekerja di RS Kartini Kupang selama 4 bulan lalu bulan Februari tahun 2019 ia berangkat bekerja ke Jepang, Perasaan Tuty saat itu sangat senang dan tetapi juga ada rasa takut. “Perasaan saya saat itu ada senang ada rasa takut, senang karena akhirnya bisa berangkat ke luar negeri dan bekerja disana sebagai Kaigo dengan penghasilan yang cukup, tetapi takut apakah saya bisa menyesuaikan diri dengan cepat di negeri orang dengan Bahasa Jepang yang terbatas, apakah saya bisa bekerja dengan baik? Apakah saya bisa bertemu dengan orang baik juga? Dan Puji Tuhan saya masih sanggup bekerja sampai saat ini karena semua rasa ketakutan yang saya rasakan itu dapat saya lewati dengan baik”
Regulasi untuk tenaga kerja perawat asing yang bekerja di Jepang cukup ketat. Untuk menjadi perawat profesional medis (Kangoshi), harus melewati beberapa prosedur ujian nasional perawat terlebih dahulu, sehingga setiap tenaga kerja perawat asing yang bekerja di Jepang akan ditempatkan sebagai perawat gerontic (perawat yang berfokus pada keperawatan lansia) atau disebut dengan Kaigo. Selama ia bekerja, ia dibuat kagum oleh kultur kerja di Jepang yang sangat peduli akan dunia kesehatan, ia kagum tentang rasa kepedulian, ketepatan waktu menangani pasien, obat-obatan yang dipakai, asuransi kesehatan, dan masih banyak lagi. Pengalaman lain yang berkesan selama menjadi perawat gerontic adalah ia bisa mengenal banyak orang dari berbagai negara dan kalangan. Di tempatnya bekerja saat ini, ia banyak bertemu orang-orang dari negara lain seperti Thailand, Vietnam, Mongolia, dan lain lain. Selain itu, ia bisa berbagi cerita dengan pasien-pasien lansia yang ia rawat dengan berbagai pengalaman menarik dan seru. Tuty sangat menikmati pekerjaannya saat ini.
Nilai-nilai yang ia pegang sampai saat ini dari UKSW adalah selalu takut akan Tuhan dan berbagi kasih dengan sesama. Pesannya untuk calon-calon perawat lulusan UKSW harus berani keluar dari zona nyaman karena di seluruh dunia membutuhkan perawat-perawat cerdas yang berani, serta melayani pasien dengan kasih seperti melayani diri sendiri. Ganbatte minasan😊