“Pencarian di Kampus Demokratis”

Prof. Dr. Ngabiyanto, M.Si. lahir dari keluarga sederhana di Blora 59 tahun silam, tepatnya pada 3 Januari 1965. Ngabiyanto menyelesaikan Program Doktor Studi Pembangunan dari Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga tahun 2019. Sebelumnya, beliau menyelesaikan program Magister Ketahanan Nasional dari UGM Yogyakarta (1999), dan Sarjana Pendidikan Moral Pancasila dan Kewargaan Negara dari IKIP Semarang (1989). 

Bagi Ngabiyanto, UKSW memiliki atmosfer akademik yang demokratis, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dalam pendidikan. Mahasiswa ditempatkan pada posisi setara, sebagai teman dalam pengembangan akademik dan keilmuan. Terjalin rasa akrab antara dosen dan mahasiswa, egaliter, dan saling menghormati satu sama lain. Perasaan akrab ini salah satunya ditunjukkan melalui panggilan-panggilan unik, misalnya seperti Prof. Daniel Kameo lebih sering dipanggil Prof. DAN, Pak Marthen Ndoen (alm.) kerap kali disapa dengan Pak TEN, Pak Pamerdi Giri Wiloso lebih akrab dengan panggilan Pak PAM, Prof. Kutut Suwondo (alm.) dipanggil KUT, Pak Bambang Ismanto biasa dipanggil Pak BI. Panggilan-panggilan inilah yang membuat mahasiswa tidak berjarak, sehingga menempuh pendidikan di UKSW terasa nyaman, tidak menakutkan, dan tidak menjadi momok.

Pernah suatu ketika pada Mata Kuliah Etika, Kelembagaan dan Pembangunan yang diampu secara team teaching oleh Prof. KUT, TEN dan SHD. Jika pada umumnya team teaching dosen masuk secara bergantian sebelum dan sesudah ujian tengah semester, maka di UKSW diajar secara bersamaan oleh 3 dosen. Kami seangkatan ada 11 mahasiswa dan di dalam kelas ada 3 dosen. Pembelajaran berjalan secara dialogis, ada dialog antara dosen, dan dosen dengan mahasiswa, bahkan terjadi perdebatan sengit antara 3 dosen tersebut. Seolah seperti kami sedang menyaksikan acara debat di televisi, seru dan penuh dengan dialektika. 

Menamatkan pendidikan doktor di UKSW bagi Ngabiyanto, sangatlah bermakna dalam perjalanan hidupnya, baik bagi pengembangan keilmuan/akademik maupun pemenuhan persyaratan jabatan fungsional maupun struktural di PT. Capaian ini membuka jalan untuk jabatan fungsional tertinggi dosen, yakni sebagai guru besar atau profesor, jabatan fungsional tertinggi yang menjadi impian semua dosen.

Capaian sebagai doktor juga membuka kesempatan untuk mengabdikan diri secara lebih luas pada jabatan struktural. Karena saat ini jabatan-jabatan struktural di perguruan tinggi secara formal mensyaratkan pendidikan terakhir S3. Gelar doktor dari UKSW membantu Ngabiyanto untuk mendapatkan tugas tambahan di Universitas Negeri Semarang (UNNES) sebagai Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Profesi (LPPP), jabatan setingkat dekan di UNNES. Selanjutnya beliau berkiprah sebagai Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Sistem Informasi.

Ngabiyanto, dalam tugas akhir studinya (disertasi) di UKSW mengkaji tentang dinamika kebijakan guru honorer. Dalam disertasi ini beliau merekomendasikan model rekruitmen guru yang berkeadilan. Tanpa disangka, kajian ini sedikit banyak berdampak bagi perumusan kebijakan rekrutmen guru ke depan, karena dalam kurun waktu tidak begitu lama diimplementasikan kebijakan rekrutmen guru melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Guru PPPK ini setidaknya menyelesaikan sebagian permasalahan dalam pengentasan guru-guru honorer yang sudah mengabdi selama bertahun-tahun tanpa kepastian yang jelas dan dengan gaji yang minimalis.

Selama berkiprah di UNNES, Ngabiyanto pernah menjabat sebagai Ketua LPPP. Beberapa terobosan inovasi yang dilakukan beliau diantaranya mendirikan Organisasi Guru Pelopor. Guru Pelopor ini merupakan wadah atau gerakan sosial sebagai ruang dialog dan upaya untuk memfasilitasi guru-guru untuk melahirkan inovasi-inovasi pembelajaran. Selain itu, Guru Pelopor ini  merupakan sarana advokasi dalam hal perlindungan hukum bagi guru.

Inovasi lain yang dihasilkan selama menjabat sebagai Ketua LPPP adalah dengan mendirikan Bengkel Guru dan Lumbung Media. Bengkel Guru merupakan wadah layanan pendidikan bagi guru untuk terus meningkatkan kompetensinya, serta memberikan pendampingan dalam pemenuhan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Lumbung Media merupakan platform bagi guru, dosen, dan mahasiswa untuk saling berbagi media pembelajaran inovatif, dan dapat digunakan oleh siapa saja yang membutuhkan. Fasilitas ini sangat membantu bagi guru-guru untuk memberikan layanan pendidikan yang inovatif bagi siswa.

Terakhir, Ngabiyanto berpesan untuk terus menjaga UKSW sebagai miniatur Indonesia, yang di dalamnya berisi pluralitas, nilai demokrasi, dan kesetaraan. Jadikan UKSW sebagai kampus inklusif yang bereputasi dunia, aman dan nyaman untuk menimba ilmu bagi siapa saja.

Bagikan di jejaring sosial: