Rektor UKSW Soroti Tantangan dan Ajak Kolaborasi Antar Kampus Swasta dalam FGD Kemdiktisaintek


Dalam upaya memperkuat tata kelola dan daya saing Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Tantangan dan Pengembangan Tata Kelola PTS” belum lama ini melalui zoom meeting. Kegiatan ini dihadiri oleh para rektor PTS terkemuka dari berbagai daerah, termasuk Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Profesor Intiyas Utami. 

FGD ini menjadi bagian dari implementasi Peraturan Mendiktisaintek No. 40 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemdiktisaintek Tahun 2025–2029, khususnya misi mewujudkan pemerataan akses pendidikan tinggi berkualitas, relevan, dan berdaya saing. Melalui forum ini, kementerian berupaya menggali masukan langsung dari pimpinan PTS terkait tantangan yang dihadapi, terutama fenomena penurunan jumlah mahasiswa baru (intake) dan isu tata kelola kelembagaan.

Dipimpin oleh Staf Khusus Menteri Bidang Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek Profesor Drs. T. Basaruddin, M.Sc. Ph.D., dan Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Profesor Dr. Ravik Karsidi, M.S., diskusi ini membahas berbagai isu strategis mulai dari problematika penerimaan mahasiswa baru hingga usulan kebijakan yang diharapkan dapat memperkuat keberlanjutan PTS di tengah kompetisi yang semakin ketat.

Profesor Drs. T. Basaruddin menyatakan bahwa hasil FGD ini akan dirangkum menjadi laporan strategis untuk memperkuat arah kebijakan pendidikan tinggi swasta. “Kami ingin mendengar sebanyak-banyaknya dari para pimpinan PTS agar kebijakan yang dirumuskan benar-benar responsif terhadap kondisi lapangan,” ujarnya.

Kolaborasi dan Regulasi Lentur

Dalam sesi diskusi, Rektor Intiyas menyoroti tren penurunan intake mahasiswa baru yang terjadi di sejumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS), khususnya di wilayah Jawa Tengah. Sementara itu, jumlah mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan universitas asing yang beroperasi di Indonesia justru menunjukkan peningkatan.

“Persaingan semakin ketat. Perguruan tinggi asing kini hadir dengan akreditasi yang tidak seketat PTS dalam negeri. Kondisi ini menuntut kita untuk berpikir lebih kolaboratif dan adaptif dalam menghadapi dinamika pendidikan tinggi,” ujar Rektor Intiyas.

Rektor Intiyas menilai bahwa Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) telah berperan penting dalam melakukan pembinaan terhadap PTS, terutama bagi kampus yang masih berproses menuju akreditasi unggul. Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kolaborasi berbasis data antara PTN dan PTS sebagai salah satu langkah strategis agar tidak terjadi tumpang tindih dalam perekrutan mahasiswa.

“Bayangkan jika data pendaftaran di PTN bisa dibagikan, sehingga calon mahasiswa yang tidak lolos di PTN bisa ditawarkan program sejenis di PTS di wilayah yang sama. Ini bukan kompetisi, tapi gotong royong dalam ekosistem pendidikan tinggi,” jelasnya.

Kolaborasi PTS dalam Tata Kelola Pendidikan Tinggi
Kolaborasi PTS dalam Tata Kelola Pendidikan Tinggi

Selain itu, Rektor Intiyas juga menekankan pentingnya kelenturan regulasi dosen dan pembukaan program studi. Ia menilai bahwa kebutuhan dosen bergelar doktor (S3) di PTS kerap terbentur biaya dan regulasi sertifikasi dosen (serdos), sementara pembukaan program studi baru perlu mempertimbangkan pemetaan kebutuhan nasional agar tidak terjadi ledakan prodi serupa di banyak kampus.

“Kita perlu pemetaan yang jelas. Misalnya, jika di satu wilayah sudah banyak program studi sosial-humaniora atau AI, maka pembukaan prodi baru sebaiknya difokuskan pada bidang lain agar tidak tumpang tindih,” tambahnya.

Dari Kompetisi ke Kolaborasi

FGD ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis yang akan menjadi masukan bagi Kemdiktisaintek dalam merumuskan kebijakan pengembangan PTS. Di antaranya adalah perlunya skema kolaboratif antara PTN dan PTS dalam sistem penerimaan mahasiswa, dukungan finansial dan regulatif bagi peningkatan kualitas dosen, klasterisasi berbasis kinerja hilirisasi riset, dan penyusunan peta nasional pembukaan program studi baru.

Dengan kehadiran berbagai pimpinan PTS dari seluruh Indonesia mulai dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Telkom University, Universitas Katolik Parahyangan, hingga Universitas Trisakti, FGD ini menjadi ruang refleksi bersama tentang masa depan pendidikan tinggi swasta Indonesia, bagaimana agar tetap relevan, berdaya saing, dan berkontribusi nyata dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Partisipasi UKSW dalam forum ini juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya SDGs 4 Pendidikan Berkualitas, yang menekankan pentingnya pemerataan akses terhadap pendidikan tinggi yang inklusif dan bermutu, serta SDGs 17 kemitraan untuk mencapai tujuan, melalui penguatan kolaborasi antar lembaga pendidikan dan pemangku kepentingan.

Selain itu, arah kebijakan dan semangat kolaboratif yang diusung dalam FGD ini turut mendukung pencapaian Asta Cita Presiden Republik Indonesia, terutama poin keempat, yaitu memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, teknologi, dan pendidikan, serta poin ketujuh yaitu mempercepat transformasi ekonomi berbasis inovasi dan riset. 

Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 65 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 34 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. Salam Satu Hati UKSW! (Ish_TimKomblik/foto:Ish)

Kolaborasi PTS dalam Tata Kelola Pendidikan Tinggi
Kolaborasi PTS dalam Tata Kelola Pendidikan Tinggi

Bagikan:
Facebook
Share
WhatsApp