Perkuat Kolaborasi Akademik, FKIP UKSW Gelar Lokakarya Oral History Collective yang Diikuti Sembilan Universitas Terkemuka 

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) gelar lokakarya bertajuk “Sejarah Lisan untuk Gerakan Sosial dan Transformasi” di Gedung E, FKIP, Selasa (09/09/2025). 

Mengusung topik sejarah lisan sebagai bagian dari platform historiografi, UKSW menjadi tuan rumah konsorsium Oral History Collective yang diikuti oleh enam universitas terkemuka, yakni Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Udayana (UNUD), Utrecht University (UU), Nederlands Instituut Voor Oorlogsdocumentatie (NIOD), dan Koninklijk Instituut voor Taal- Land- en Volkenkunde (KITLV). 

Dilaksanakan pada Selasa dan Rabu (9&10/09/2025), kegiatan yang dikemas dalam bentuk workshop ini turut dihadiri oleh perwakilan Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga, Universitas Negeri Padang (UNP), Asia Justice and Rights, Cinecronic Film, Telusur Kota, Karang Taruna Kampung Pancuran, Sanggar Omah Cikal, serta para mahasiswa. 

Pada hari pertama, lokakarya ini berfokus pada tiga pokok bahasan. Pertama, Peluang, Praktik, dan Tantangan Pembelajaran Sejarah Lisan Kontekstual. Kedua, Sejarah Lisan untuk Mengungkap Trauma, Kekerasan Negara, dan Isu Internasional di Keluarga. Ketiga, Bedah Film Konta Sai dan Eling-eling Peniwen

Sedang hari kedua, forum diskusi menyoal Sejarah Lisan untuk Tantangan Rural-Urban, dilanjutkan dengan kegiatan Recording the Future yang diakhiri dengan Serawung Komunitas, ruang interaktif yang dikemas dalam mini tur dari UKSW menuju Kampung Pancuran. 

Kolaborasi, gerakan sosial, dan transformasi

Mewakili pimpinan universitas, Dekan FKIP Dr. Helti Lygia Mampouw, M.Si., mengucapkan selamat datang bagi periset dan pendidik Oral History Collective. Beliau menekankan peran penting sejarah sebagai bidang ilmu yang menyumbang konteks dan perspektif realitas.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah, dalam konteks sejarah, ini menarik sekali karena memberi inspirasi bagi kita akan pemahaman masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang,” tuturnya. 

Ia berharap kegiatan ini dapat memberi dampak terhadap masyarakat luas, menjembatani problema sejarah yang absen dalam literatur pendidikan. Melalui lokakarya ini, Oral History Collective menjadi forum kolaboratif sebagai gerakan sosial dalam penguatan identitas.

Seturut, perwakilan Coral History Collective Dr. Abdul Wahid, M.Hum., M.Phil., menekankan kolaborasi sebagai aspek penting memperkuat serta mengeksplorasi sejarah lisan sebagai gerakan sosial dan transformasi. 

“Kita ingin memperkuat kembali sejarah lisan sebagai bagian dari penelitian yang powerful dan kuat dalam rangka gerakan sosial dan transformasi,” ungkapnya. 

Adapun tujuan dari penyelenggaraan kegiatan ini diantaranya sebagai ruang kolaboratif antara komunitas, masyarakat, dan civitas academica, mengeksplorasi sejarah lisan sebagai pembangunan identitas untuk gerakan sosial dan transformasi, serta merumuskan sejarah lisan sebagai pilar historiografi. 

Sejarah sebagai pendidikan kontekstual 

Dosen sekaligus Guru Besar Ilmu Sejarah UNP Profesor Dr. Erniwati, SS. M.Hum., selaku pembicara, menempatkan sejarah lisan sebagai upaya penguatan identitas kolektif pada masyarakat tambang batu bara Ombilin yang terletak di kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Diresmikan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada 2019, Profesor Erniwati berupaya merekonstruksi kembali fakta-fakta sejarah yang luput dari narasi tekstual. 

“Ada lima lahan tambang berupa fisik namun tidak disertai narasi, baik dari saksi maupun pelaku sejarah. Maka penguatan lokal menjadi bagian dari pewarisan budaya,” jelasnya. 

Dengan pendekatan Pendidikan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), beliau mendorong metode pendidikan terintegrasi yang berbasis pada kekuatan tutur untuk menggali memori kolektif, sehingga menguatnya identitas lokal memberi dampak bagi industri wisata tambang Ombilin. 

Adapun salah satu peserta, M. Rafi Pahrezi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, mengaku tertarik dengan sejarah lisan sebagai alternatif produksi historiografi. Oral history dapat mengungkap sisi di balik sejarah tekstual. 

“Melalui Oral History Collective ini memberikan berbagai perspektif baru bagi kita, atau sebetulnya hal-hal yang selama ini cenderung kita abaikan,” ujarnya. 

Setelah UKSW menjadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan tahun ini, pada 2026 mendatang Oral History Collective akan menyelenggarakan acara bertajuk seminar internasional di Universitas Udayana. 

Melalui kegiatan ini, UKSW menunjukkan dukungan nyata terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDGs ke-4 pendidikan berkualitas, dan SDGs ke-17 kemitraan untuk mencapai tujuan. Selain itu, penyelenggaraan acara ini sekaligus mendukung Asta Cita Presiden, poin 4 mengedepankan pengembangan sumber daya manusia.

Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 32 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat.

Salam Satu Hati UKSW! (Ctr_TimKomblik/foto:Ctr)

BACA JUGA:

Bagikan:
Facebook
Share
WhatsApp