UKSW Raih Tiga Emas dan Satu Perak di International Science and Invention Fair 2025 

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) kembali menunjukkan prestasi gemilang di kancah internasional melalui mahasiswa Program Studi (Prodi) Kimia dan Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Matematika (FSM) dan Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Bisnis (FPB) pada ajang International Science and Invention Fair (ISIF) 2025, baru-baru ini. Dalam kompetisi dengan peserta 956 tim dari 27 negara, mahasiswa UKSW berhasil membawa pulang tiga medali emas dan satu medali perak.

ISIF 2025 diselenggarakan dalam suasana kompetitif tinggi, dihadiri delegasi dari negara-negara peserta seperti Iran, Malaysia, Meksiko, Hongkong, Taiwan, Singapura, Vietnam, dan Luksemburg. Suasana kompetisi yang dilaksanakan secara luring di Bali ini menambah ketegangan dan tantangan bagi seluruh peserta.

Mahasiswa Prodi Kimia FSM yakni Putra Kaysha Qodiriy dan Tirza Widyamurti Brotosudarmo, berhasil merebut medali emas pada kategori Life Science dalam ajang bergengsi tersebut. Karya inovasi yang berjudul “Nano-Micelle Curcumin Polymers from Turmeric” yang mereka kembangkan bersama dosen pembimbing Dr. Yohanes Martono berhasil menarik perhatian para pengunjung.

Inovasi ini merupakan sebuah terobosan pengobatan diabetes berbasis nano misel yang dibuat dari kurkumin kunyit. Inovasi ini bertujuan membantu penderita diabetes dengan memperbaiki penyerapan kurkumin yang selama ini sulit diserap tubuh secara efektif. Proses persiapan mereka termasuk pengumpulan data selama beberapa bulan dan pembuatan paper dalam waktu dua minggu. Mereka termotivasi mengikuti kompetisi sebagai evaluasi kemampuan sekaligus memperluas jaringan relasi ilmiah.

“Karena saat ini sebenarnya banyak bahan alam yang bisa dipergunakan di Indonesia, khususnya kunyit. Karena kunyit ini salah satu bahan yang kalau kita minum di jamu itu sulit untuk diserap oleh tubuh karena dia mudah tereliminasi dan tidak larut dalam air. Makanya kita buat polimer tersebut supaya membantu teman-teman yang diabetes,” kata mahasiswa Program Studi Kimia ini.

Tirza menjelaskan bahwa setelah kompetisi, mereka akan melanjutkan penelitian lebih mendalam, kemudian melakukan proses pematenan karya inovasinya, serta mempublikasikan hasil penelitian tersebut untuk memperluas manfaat dan pengakuan secara akademis.

Raupan Prestasi: Inovasi Ramah Lingkungan

Sementara itu, Juliane Ellidya Mahastuti dari Prodi Pendidikan Fisika dan Olivier Surya Simonet dari Prodi Kimia, berhasil meraih medali emas pada kategori Environment. Dengan bimbingan Dr. Yohanes Martono, mereka menghadirkan inovasi “From Poison to Plastic: CR-Salt Detoxification of Toxic Cassava Manihot Glaziovii for High-Performance and Rapidly Biodegradable Packaging”.

Karya ini mengembangkan bioplastik dari singkong racun yang mudah terurai dan tidak bersaing dengan kebutuhan pangan. Persiapan berlangsung sekitar satu hingga dua bulan melalui penyusunan poster dan extended abstract. “Kami memilih singkong racun agar tidak mengganggu bahan pangan,” ujar Julianne.

Juliane menyampaikan untuk rencana selanjutnya, tim berkomitmen untuk meningkatkan dan menyempurnakan penelitian ini agar menjadi inovasi yang lebih baik. Hasil penelitian tersebut juga ditujukan untuk diproduksi dalam skala besar melalui kerja sama dengan perusahaan, sekaligus mengurus proses patennya guna melindungi hak kekayaan intelektual.

Dalam kategori yang sama, Rima Angellika Dwi Putri, Theresia Hellen Renata Puspaningtyas dari Prodi Kimia, dan Tathe Surya Ananda, Fernando Valera Djarianto, serta Yabez, ketiganya dari Prodi Agroteknologi juga meraih medali emas. Dibimbing oleh Sarawinda Hutagalung, M.Sc., dan Ruth Meike Jayanti, SP., M.Sc., tim ini menciptakan inovasi biopestisida berbahan ekstrak jahe emprit untuk mengendalikan hama Crocidolomia Pavonana pada tanaman kubis.

“Kami membuat inovasi biopestisida berbahan dasar jahe emprit yang diaplikasikan pada hama Crocidolomia Pavonana di family Brassicaceae,” jelas Rima.

Persiapan tim dilakukan sekitar satu bulan dengan penulisan abstrak dan pembuatan poster. Keikutsertaan dalam kompetisi internasional ini menjadi pengalaman berharga yang memperluas wawasan ilmiah sekaligus menambah kebanggaan atas capaian mereka.

Tathe menyampaikan bahwa masih ada penelitian lanjutan yang akan dilakukan, baik dalam formulasi biopestisida maupun aplikasinya. Ia juga menambahkan bahwa produk akan di-scale up jika formulasi, optimasi, validasi, dan aplikasi prototipe sudah memenuhi standar sebagai biopestisida.

Prestasi UKSW di ISIF 2025
Prestasi UKSW di ISIF 2025

Cascara Kopi, Limbah Jadi Sabun Sehat

Di sisi lain, Yefta Ary Steefian, Kezia Alexandra Dwinta, Debora Novalia Unpapar, dan Emmanuel Hernanda Yustisia Susanto, keempatnya dari Prodi Kimia juga sukses meraih medali perak pada kategori Environment. Dibimbing oleh Dewi K.A. Kusumahastuti, Ph.D. dan Margareta N. Cahyanti, Ph.D., mereka mengembangkan sabun hypoallergenic ramah lingkungan berbahan limbah kulit kopi cascara.

Saat disinggung mengenai persiapan yang dilakukan untuk membuat produk, Debora menceritakan bahwa timnya harus melakukan pengumpulan cascara, proses ekstraksi, dan pembuatan sabun yang memakan waktu dua hingga empat minggu. Mereka mengaku tak menyangka dapat meraih medali di tengah persaingan ketat dari 27 negara. “Prosesnya hampir satu bulan, mulai dari mengumpulkan cascara hingga pembuatan sabun,” ujar Debora.

Setelah mengikuti ISIF 2025 dan meraih medali perak, tim ini semakin termotivasi untuk mengembangkan inovasi ini menjadi solusi nyata. Kezia berharap penelitian lanjutan dapat memenuhi standar SNI, kemudian mendaftarkan HKI, dan melanjutkan proses hilirisasi dengan mencari mitra industri untuk komersialisasi produk.

Prestasi ini merupakan salah satu kontribusi nyata UKSW untuk mendukung program Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek) Berdampak yang selaras dengan Asta Cita 4 yaitu memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, dan pendidikan. Selain itu, prestasi ini juga menandaskan komitmen UKSW untuk berkontribusi dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4 yaitu pendidikan berkualitas dan ke-9 yaitu industri, inovasi, dan infrastruktur.

Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 34 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. Salah Satu Hati UKSW! (Arl_TimKomblik/foto:Hes)

BACA JUGA:

Bagikan:
Facebook
Share
WhatsApp