Sebagai bagian dari rangkaian Dies Natalis Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) serta Fakultas Hukum (FH) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), digelar Seminar Nasional bertajuk “Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) untuk Kedaulatan Pangan: Memperkuat Peran Petani Menuju Indonesia Emas 2045”, Senin (24/11/2025) di Auditorium FTI UKSW. Forum ini menghadirkan akademisi, pemangku kepentingan pemerintah, peneliti, pengamat koperasi, hingga perwakilan petani untuk merumuskan kontribusi nyata pendidikan tinggi terhadap agenda reformasi koperasi nasional.
Seminar nasional ini menghadirkan tiga narasumber ahli yang menjadi penggerak utama diskusi. Mereka adalah Asisten Deputi Pengelolaan Data Kementerian Koperasi RI Dr. Arnapi, S.H., S.I.K., M.Hum., yang memberikan perspektif kebijakan dan transformasi digital KDKMP dan Pengurus Koperasi Multi Pihak Tata Insan Mulia Mukti Asikin yang melengkapi pembahasan dengan pengalaman praktis pengembangan koperasi di tingkat akar rumput. Adapun Dr. Jeferson Kameo, S.H., LL.M., dosen Fakultas Hukum UKSW dan ketua peneliti, memaparkan model hukum koperasi modern dan terdigitalisasi dalam kerangka hukum ekonomi dan siber.
Wakil Rektor Bidang Keuangan, Infrastruktur, dan Perencanaan, Priyo Hari Adi, Ph.D., menegaskan bahwa ketahanan pangan adalah isu strategis yang menuntut perspektif baru, tidak hanya terpaku pada konsumsi beras, tetapi pada keberagaman sumber pangan bergizi.
Priyo Hari Adi juga menyoroti bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menempatkan ketahanan pangan sebagai agenda prioritas, termasuk peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian. “Perguruan tinggi punya tanggung jawab besar untuk melahirkan inovasi dan model bisnis baru yang memperkuat kemandirian pangan nasional,” ujarnya, sambil mengajak peserta menjadikan seminar ini ruang kolaborasi untuk merumuskan langkah konkret menuju kedaulatan pangan Indonesia.
Koperasi Desa Bertransformasi
Pada panel pertama, Dr. Arnapi menegaskan bahwa percepatan pendirian KDKMP harus disertai digitalisasi penuh. Ia menjelaskan bahwa tiga platform seperti Dashboard KDMP, Sistem Informasi Manajemen Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (SIMKOPDES), dan KDMP Mobile menjadi kunci validasi dan transparansi agar tata kelola koperasi berjalan konsisten. “Digitalisasi telah mendorong 82 ribu KDKMP berbadan hukum hingga 686 ribu warga desa yang telah terdaftar sebagai anggota, ini menandakan bahwa teknologi adalah fondasi agar KDKMP relevan dan adaptif,” jelasnya.

Dalam panel kedua, Mukti Asikin menilai KDKMP sebagai eksperimen besar kebangkitan ekonomi desa. Ia menegaskan bahwa keberlanjutan tidak hanya bergantung pada modal, tetapi pada kultur anggota, mencontohkan praktik Keling Kumang, Kibbutz, Mondragon, dan Grameen. “Koperasi harus tumbuh sebagai ekosistem berbasis komunitas,” ujarnya sembari menekankan pentingnya pendidikan anggota, integrasi produksi, dan solidaritas antar koperasi.
Pada panel ketiga, Dr. Jeferson Kameo memaparkan bahwa KDKMP merupakan koperasi sui generis berbasis desa yang menjadi derivatif langsung Pasal 33 UUD 1945. “Keterlibatan negara dan pengawasan digital melalui Program Jaga Desa membentuk model hukum baru koperasi Indonesia. KDKMP bukan program administratif semata, tetapi rekonstruksi koperasi nasional yang berpijak pada prinsip ekonomi Pancasila,” tegasnya.
Dialog Lintas Disiplin
Moderator sekaligus koordinator seminar, Profesor Ir. Lieli Suharti, M.M., Ph.D., menjelaskan bahwa kolaborasi Dies FEB dan FH ini menjadi ruang pemaparan riset dan dialog lintas disiplin tentang KDKMP. Ia menegaskan bahwa forum ini membantu mahasiswa dan akademisi memahami isu secara jernih dan multidisipliner. “Kami ingin peserta melihat dinamika KDKMP dari berbagai perspektif,” ujarnya.
Profesor Lieli Suharti menambahkan bahwa masukan forum diharapkan dapat menjadi rumusan rekomendasi bagi pemerintah. Kehadiran perwakilan petani juga dimaksudkan untuk memastikan suara akar rumput ikut mewarnai diskusi. Ia menutup dengan harapan bahwa kolaborasi dalam rangka Dies Natalis FEB dan FH ini bukan hanya ruang akademik, tetapi pondasi bersama untuk merumuskan arah baru KDKMP yang lebih digital, berkeadilan, dan berpihak pada kesejahteraan desa.
Melalui tiga panel tersebut, forum ini menegaskan bahwa masa depan KDKMP bertumpu pada sinergi transformasi digital, kekuatan komunitas, dan fondasi hukum yang kokoh sebagai arah baru koperasi Indonesia. Dialog lintas disiplin yang mendorong kedaulatan pangan ini selaras dengan Tujuan Pembangunan (SDGs) ke-2 tanpa kemiskinan, SDGs 8 pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, SDGs 16 perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh, dan SDGs 17 kemitraan untuk mencapai tujuan. Sekaligus berkontribusi nyata pada Asta Cita Presiden, khususnya pembangunan Asta Cita 4 yaitu manusia unggul, Asta Cita 2 yaitu percepatan riset dan inovasi, serta Asta Cita 8 penguatan ketahanan pangan dan kemitraan strategis.
Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 65 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 34 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. Salam Satu Hati UKSW! (Ish_TimKomblik/foto:PH)
