Lahir dan dibesarkan di ruang sosial yang plural, Marthinus Ngabalin menjadikan keberagaman bukan sekadar objek kajian, melainkan cara hidup. Komitmen itu mencapai peneguhan akademiknya ketika ia diyudisium sebagai Doktor Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Selasa (16/12/2025), melalui riset tentang ritus Tombor Maghi di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Prosesi yudisium tersebut merupakan Yudisium ke-41 Program Studi (Prodi) Doktor Sosiologi Agama Fakultas Teologi UKSW yang dilangsungkan secara hybrid di Ruang Probowinoto, Gedung G. Kegiatan ini menjadi bagian dari tahapan akademik Dr. Marthinus Ngabalin dalam menuntaskan studi doktoralnya melalui disertasi berjudul “Liminalitas Hubungan Muslim–Kristen di Kabupaten Fakfak, Papua Barat: Studi atas Ritus Tombor Maghi.”
Secara konseptual, disertasi yang ditulis Marthinus berangkat dari ritus adat Tombor Maghi, yang pada mulanya merupakan bagian dari prosesi perkawinan adat di Fakfak. Dalam perkembangannya, ritus ini mengalami transformasi menjadi medium sosial yang mempererat relasi antar umat beragama, khususnya antara Muslim dan Kristen.
Lebih jauh, “Praktik Tombor Maghi bahkan diadaptasi dalam pembangunan rumah ibadah seperti Masjid Maghi dan Gereja Maghi serta dalam lembaga pendidikan. Kajian ini menunjukkan bagaimana ritus adat berfungsi sebagai ruang liminal, tempat identitas keagamaan dinegosiasikan melalui simbol budaya yang memperkuat kohesi sosial dan membuka ruang dialog serta rekonsiliasi,” tuturnya.
Menambah kekhidmatan acara, yudisium ini menjadi istimewa dengan kehadiran Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, Ali Mochtar Ngabalin, yang hadir sebagai perwakilan keluarga Martinus Ngabalin. Dalam sambutan yang disampaikan, tercipta nuansa personal yang mendalam.
Dalam kesempatan tersebut, keluarga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pimpinan universitas, dekan, promotor, penguji, serta seluruh civitas academica UKSW atas pendampingan dan dedikasi selama proses studi. Ia menegaskan bahwa perjalanan doktoral tersebut merupakan proses kolektif yang ditopang oleh dukungan keluarga, pengorbanan, dan doa, khususnya dari istri dan anak-anak yang setia mendampingi selama masa studi.
Sementara itu, dalam sambutannya, Profesor Ferdy S. Rondonuwu menyampaikan apresiasi atas capaian akademik Dr. Marthinus Ngabalin yang berhasil menyelesaikan studi doktoralnya dalam waktu kurang dari tiga tahun. Ia menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan buah dari kerja keras, kedisiplinan, serta dukungan keluarga yang setia mendampingi, meskipun sebagian besar berada di Papua dan mengikuti prosesi melalui siaran langsung.
Ia menambahkan, “Setiap kelahiran doktor bukan hanya pencapaian personal, tetapi juga tanggung jawab moral universitas dalam melahirkan insan akademik yang berdampak bagi masyarakat.” Lebih lanjut, Profesor Ferdy menekankan bahwa kepulangan Dr. Marthinus ke Papua diharapkan menjadi representasi nilai-nilai Satya Wacana, yaitu pluralisme, kemanusiaan, dan dialog di tengah kehidupan nyata masyarakat.

Jejak Akademik Marthinus Ngabalin
Menilik perjalanan akademiknya, Marthinus Ngabalin lahir di Ohoiseb, Kepulauan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, pada 14 Januari 1984. Pendidikan dasar hingga menengah ia tempuh di Maluku Tenggara, sebelum melanjutkan studi teologi dan sosiologi agama. Gelar Sarjana Teologi diraihnya dari Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPN) Ambon pada tahun 2003. Ia kemudian menyelesaikan pendidikan Magister Sosiologi Agama di UKSW pada tahun 2006. Sejak tahun 2023, Marthinus kembali menempuh pendidikan doktoral di Fakultas Teologi UKSW dengan konsentrasi Studi Lintas Agama.
Saat ini, ia mengabdi sebagai Dosen Tetap dan Wakil Ketua I Bidang Akademik di Sekolah Tinggi Teologi Gereja Protestan Indonesia (STT GPI) di Papua Fakfak. Dalam ranah akademik, Marthinus aktif sebagai reviewer di sejumlah jurnal nasional, menulis artikel ilmiah di jurnal nasional maupun internasional bereputasi, serta menyusun beberapa book chapter.
Selain itu, sejumlah karyanya telah memperoleh sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Pada tahun 2025, ia menerima Piagam Penghargaan Nusantara Academic Writing Award (NAWA) dari Nusantara Institute dan dinyatakan lolos dalam skema Penelitian Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen (PTKK) yang diselenggarakan oleh Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia.
Adapun prosesi yudisium dipimpin oleh Wakil Rektor Bidang Pengajaran, Akademik, dan Kemahasiswaan (WR PAK) UKSW, Profesor Ferdy S. Rondonuwu. Pendeta Profesor Izak Yohan Matriks Lattu bertindak sebagai promotor dengan dukungan Ko-promotor 1 Pendeta Dr. Tony Tampake serta Ko-promotor 2 Sumanto Al Qurtuby, Ph.D. Tim penguji terdiri atas Profesor Muhamad Ali dari University of California Riverside, Amerika Serikat, dan Pendeta Mariska Lauterboom, Ph.D., dari Fakultas Teologi UKSW.
Dalam yudisium tersebut, Kepala Program Studi Doktor Sosiologi Agama, Dr. Suwarto, M.Si., menyatakan Dr. Martinus Ngabalin lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,93 dan menyandang predikat Dengan Pujian (Cum Laude). Selanjutnya, prosesi pemindahan kuncir oleh Profesor Ferdy S. Rondonuwu serta penyerahan Surat Keterangan Lulus oleh Pendeta Profesor Izak Yohan Matriks Lattu menjadi penanda simbolik selesainya tahap pendidikan doktoral.
Melalui Yudisium ke-41 ini, Program Doktor Sosiologi Agama Fakultas Teologi UKSW kembali meneguhkan perannya dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDGs 4 tentang Pendidikan Berkualitas, SDGs 10 tentang Pengurangan Ketimpangan, serta SDGs 16 tentang Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. Sejalan dengan itu, capaian akademik dan riset Dr. Marthinus Ngabalin juga merefleksikan Asta Cita, terutama poin 1 memperkokoh nilai-nilai Pancasila, poin 4 membangun sumber daya manusia unggul, serta poin 8 merawat kehidupan sosial yang harmonis dan toleran melalui dialog lintas agama berbasis kearifan lokal. (Ish_TimKomblik/foto:Hes)
