Sebuah karya simfoni yang berjudul Un Tou Tantu Ulit Wo Pahsigian yang dalam bahasa Tombulu Sulawesi Utara berarti “Figur-Figur yang Dihormati,” telah dipersembahkan oleh Clifford Israel Gosal. Mahasiswa Program Studi (Prodi) Seni Musik Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) tersebut menampilkan komposisi programatik deskriptif di Balairung UKSW, beberapa waktu lalu.
Rektor Prof. Dr. Intiyas Utami, S.E., M.Si., Ak., turut hadir dan memberikan apresiasi kepada para dosen FBS yang tidak ragu melakukan percepatan dan langkah-langkah taktis untuk menerjemahkan dan menerapkan Kurikulum Talenta Merdeka ini. Selain itu, Rektor Intiyas juga menyampaikan bahwa mitra-mitra, para sahabat dan keluarga, serta alumni dapat diundang dalam acara seperti ini.
“Saya mengucapkan selamat kepada keluarga besar FBS, dan juga kepada sahabat-sahabat UKSW lainnya. Mari saya ajak semua untuk bisa berkarya lebih hebat dan membanggakan UKSW,” tuturnya.
Sementara itu, Drs. Agastya Rama Listya, M.S.M., Ph.D., dan Yudi Novrian Komalig, M.Sn., turut membimbing Clifford Israel Gosal dalam menyusun karya yang menjadi bagian dari tugas akhirnya. Karya ini disusun berdasarkan pengalaman kultural dan musikal yang sesuai dengan tradisi budaya Minahasa, tempat dimana Clifford Israel Gosal dibesarkan.

Figur penting etnis Minahasa
Tak bisa menutupi rasa senangnya Clifford Israel Gosal menyampaikan, karya orkestra ini terdiri dari tiga movement yang menggambarkan secara musikal terhadap idiomatika musik budaya Minahasa dalam pendekatan musikologi. Movement pertama diberi judul Manguni yang menggambarkan suara khas burung Manguni yang dipercaya dapat memberi kabar baik atau buruk dari Opo Wailan Wangko (Tuhan Yang Maha Esa) bagi orang Minahasa.
Movement kedua berjudul Karema, Toar, dan Lumimuut menggambarkan secara musikal dari ketiga tokoh yaitu Karema sebagai dewi bintang, Toar sebagai dewa matahari, dan Lumimuut sebagai dewa bumi. Dijelaskannya, dalam bagian ketiga ini bercerita tentang ketiga tokoh yang didasarkan atas cerita rakyat yang ditulis oleh Bert Supit pada tahun 1986.
Sedangkan movement ketiga berjudul Opo Wailan Wangko (Tuhan Yang Maha Esa) yang disusun menjadi dua bagian. Bagian pertama menggambarkan tentang Opo Wailan Wangko (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai dewa tertinggi, dan bagian kedua menggambarkan tentang masuknya ke-Kristenan di tanah Minahasa.
“Karya ini merupakan upaya untuk mendeskripsikan tentang figur-figur penting yang dihormati oleh etnis Minahasa, yaitu Opo Wailan Wangko (Tuhan Yang Maha Esa), Karema, Toar, Lumimuut, dan Manguni,” ungkapnya.
Dalam penyelenggaraannya, karya orkestra yang terdiri dari tiga movement ini dimainkan oleh Allilaqus Symphony Orchestra di bawah arahan Eky Satria. Allilaqus Symphony Orchestra terdiri dari 45 musisi dengan instrumen musik biola, biola alto, cello, contrabas, flute, oboe, clarinet, bassoon, trumpet, trombone, french horn, tuba, timpani, cymbal dan vibraphone. Acara ini dihadiri oleh 300 orang penonton mulai dari kota Salatiga, Yogyakarta, Semarang, hingga Jepara.
Salam Satu Hati UKSW! (Ros_TimKomblik/foto:istimewa)