Kilau kain Nusantara, suasana diplomasi yang hangat, dan hidangan yang tersaji rapi menyatu dalam sebuah kegiatan pembelajaran yang berbeda dari biasanya, Jumat (05/12/2025) malam di Ballroom Grand Wahid Hotel Salatiga. Pada momen ini, Program Studi Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISKOM) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) kembali menghadirkan Diplomatic Course & Table Manner (DCTM), rangkaian pembelajaran etiket diplomasi yang telah menjadi ciri khas HI sejak lebih dari satu dekade.
Mengangkat tema “Pesona Nusantara dalam Simfoni Indonesia Timur,” kegiatan ini bukan sekadar latihan makan beradab ala jamuan internasional, tetapi sebuah panggung budaya, pendidikan karakter, dan penegasan kompetensi diplomasi modern. Mahasiswa tak hanya belajar cara duduk, menggunakan serbet, atau cara menyantap hidangan, tetapi juga diajak memahami filosofi diplomasi bahwa banyak persoalan dunia diselesaikan bukan hanya di ruang sidang, tetapi juga di meja makan.
Kegiatan yang menjadi bagian mata kuliah Diplomasi ini dibuka dengan tarian tradisional Kataga dari kelompok etnis mahasiswa Persatuan Warga Sumba di Salatiga (PERWASUS) dan diselingi dengan pembacaan berbagai penghargaan seperti Verbal & Honorable, Best Pospap, Most Outstanding, Best Delegate, Best Costume, King and Queen, hingga diakhiri dengan after party yang membalut seluruh pengalaman dengan nuansa budaya Timur yang hangat.
Diplomasi sebagai Identitas Pembelajaran HI
Dekan FISKOM, Dr. Ir. Sri Suwartiningsih, M.Si., menegaskan bahwa mata kuliah Diplomasi adalah fondasi penting yang membentuk lulusan HI UKSW sejak tahun pertama. “Diplomasi telah masuk kurikulum sejak 2013 dan menjadi ciri khas pembelajaran kami. Mahasiswa perlu memahami etika, tata cara, serta keterampilan yang harus dimiliki seorang calon Sarjana Hubungan Internasional,” ungkapnya.
Ia menyatakan bahwa dalam kerangka kurikulum Outcome-Based Education (OBE), etiket meja makan menjadi bagian penting pembentukan karakter. Bagi seorang diplomat, kesalahan kecil di meja makan bisa membekas. Di sisi lain, jamuan sering menjadi ruang penyelesaian konflik yang lebih cair dan humanis.
Sri Suwartiningsih menambahkan, pembelajaran HI kini dilengkapi Diplomatic Course, pembaruan materi tiap tahun, hingga pendekatan berbasis budaya. Jika sebelumnya mahasiswa diwajibkan memakai jas, kini identitas Nusantara turut dihadirkan selaras dengan kekayaan 37 provinsi Indonesia. “Kami ingin lulusan HI UKSW tidak hanya menguasai teori, tetapi memiliki kepekaan budaya, pengalaman praktikal, dan kesiapan diplomatis yang menjadi bekal profesional mereka,” pungkasnya.

Praktik Diplomasi yang Nyata dan Relevan
Koordinator dosen pengampu mata kuliah, Triesanto Romulo Simanjuntak, S.IP., M.A., menjelaskan bahwa Table Manner menjadi rangkaian praktik diplomasi yang wajib dijalani mahasiswa dalam satu semester. “Ini bukan sekadar pelatihan etiket makan, tetapi soft skill diplomasi, yaitu kemampuan bersosialisasi, memahami konteks budaya, dan menempatkan diri dalam situasi formal,” terangnya.
Menariknya, kegiatan tahun ini turut diikuti tiga mahasiswa internasional dari Jepang yang sedang mengikuti program kerja sama dengan UKSW. “Banyak fakultas HI di universitas llain tidak memiliki pelatihan serupa. Ini menjadi nilai tambah UKSW, terutama untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi forum-forum internasional seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa-red),” ujar Triesanto.
Ketua Program Studi (Kaprodi) HI, Roberto O. C. Seba, S.H., M.H.I., menyebut tema tahun ini sebagai contoh nyata pendekatan joyful learning yang kini menjadi warna pembelajaran HI UKSW. “Inovasi kegiatan berangkat dari kebutuhan dan kreativitas mahasiswa. Model ini membuat pembelajaran lebih relevan tanpa mengurangi standar akademik,” tutupnya.
Pelajaran Berharga
Marina Haswgawa, peserta program volunteering dari Kwansei Gakuin University, Jepang, mengaku tak pernah mendapat pengalaman sejenis di negaranya. “Saya tidak tahu banyak tentang table manner. Penjelasannya memakai bahasa Indonesia, jadi cukup sulit, tapi teman-teman sangat membantu. Melihat pakaian tradisional Indonesia dari dekat sungguh mengesankan,” katanya.
Dari sisi mahasiswa HI sendiri, Raden Samuel Christian Soeprodjo, angkatan 2024 asal Tondano, mengaku pengalaman ini sangat berkesan. “Ini pertama kali saya ikut Table Manner. Mulai dari cara makan hingga etiket diplomasi, semuanya jadi pelajaran berharga. Apalagi saya bercita-cita menjadi diplomat,” ujar mahasiswa yang dinobatkan menjadi Best Performer dalam acara ini.
Melalui kegiatan Table Manner, Program Studi HI UKSW kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung Tujuan Berkelanjutan (SDGs) ke-4 yaitu pendidikan berkelanjutan, SDGs ke 10 mengurangi ketimpangan, SDGs 16 perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat, SDGs 17 kemitraan untuk tujuan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, juga selaras dengan astacita ke-4 penguatan SDM dan pendidikan, serta Asta Cita ke-8 penguatan budaya dan toleransi.
Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 34 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat.
Salam Satu Hati UKSW! (Ish_TimKomblik/foto:Ish)
