Dosen Fakultas Pertanian dan Bisnis (FPB) UKSW Masuk Tim Ahli Ketahanan Pangan Indonesia

Kiprah Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dalam ranah riset strategis nasional kembali mendapatkan pengakuan. Dua dosen Fakultas Pertanian dan Bisnis (FPB) UKSW, Dr. Ir. Bistok Hasiholan Simanjuntak, M.Si., dan Ir. Djoko Murdono, M.S., resmi ditunjuk sebagai anggota Tim Ahli dalam Tim Akselerasi Perluasan Produksi Kedelai, Bawang Putih, dan Gandum oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia, dengan mandat khusus sebagai pakar pengembangan komoditas gandum yang menjadi fokus keahlian mereka.

Dijumpai  Jumat (23/05/2025), Dr. Ir. Bistok Hasiholan Simanjuntak, M.Si., dan Ir. Djoko Murdono, M.S., mengungkapkan bahwa penunjukkan ini menjadi penegasan kontribusi akademisi UKSW dalam perumusan dan pengawalan kebijakan strategis untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. 

Seiring meningkatnya kebutuhan konsumsi nasional terhadap tiga komoditas tersebut, pemerintah memandang perlu melakukan langkah percepatan melalui pembentukan tim lintas sektor yang terdiri dari akademisi, lembaga penelitian, dan kementerian teknis. 

Sebagai salah satu pionir dalam pengembangan gandum tropikal di Indonesia sejak tahun 2000, UKSW memiliki rekam jejak yang tak terbantahkan. “Kami merasa ada tanggung jawab lebih untuk menjawab tantangan ini. Apalagi target produktivitas yang ditetapkan sangat tinggi, yakni enam ton per hektar untuk gandum,” ungkap Dr. Bistok, yang sejak awal konsisten meneliti varietas gandum tropis bersama tim FPB UKSW. 

Dr. Bistok yang juga merupakan Dekan FPB UKSW ini menuturkan bahwa meskipun area tanam mencakup wilayah Indonesia, pencapaian produktivitas sebesar 6 ton per hektar bukanlah hal yang mudah. Diperlukan keterlibatan para ahli serta pembenahan lahan secara menyeluruh. Ia juga menyampaikan bahwa UKSW yang telah menjadi bagian dari konsorsium nasional sejak tahun 2000 bersama universitas lainnya, hingga kini tetap konsisten dan aktif dalam penelitian gandum.

Menurut Dr. Bistok, identifikasi lahan yang tepat, kalender tanam yang sesuai dengan pola iklim Indonesia, dan kecermatan dalam memilih varietas adalah kunci pencapaian target. “Musim hujan bisa merusak fase generatif tanaman. Ini tantangan yang hanya bisa dijawab dengan pendekatan ilmiah dan teknologi presisi,” ujarnya. 

Dari Benih Hingga Konsumsi

Ir. Djoko Murdono menambahkan bahwa UKSW bukan hanya dikenal dalam pengembangan bibit, tetapi juga dalam edukasi pengolahan gandum hingga ke tahap konsumsi masyarakat. “Kami tidak hanya berbicara soal menanam dan panen, tetapi juga soal edukasi masyarakat untuk mengolah dan mengonsumsi gandum secara sehat,” jelas Ir. Djoko. 

Kegiatan seperti pelatihan pembuatan roti gandum, edukasi tentang pentingnya gandum utuh yang tinggi serat, serta kunjungan dari universitas lain, seperti Universitas Pertahanan (UNHAN) ke laboratorium dan ladang gandum di Science Techno Park UKSW, menjadi bukti keterlibatan UKSW dalam membentuk ekosistem pangan yang berkelanjutan. 

Ir. Djoko menekankan bahwa apabila Indonesia mampu mengurangi impor gandum hingga 10% dari total impor yang mencapai 11 juta ton per tahun, hal tersebut sudah merupakan capaian yang patut disyukuri. “Kita tidak anti-impor, tapi kita harus punya stok, harus mandiri,” tegas Ir. Djoko, sambil menekankan pentingnya transformasi pola konsumsi masyarakat Indonesia yang selama ini lebih dominan beras.

Baik Dr. Bistok maupun Ir. Djoko sepakat bahwa pertanian akan selalu memiliki tempat sepanjang manusia membutuhkan pangan. “Yang perlu kita dorong adalah efisiensi, penerapan teknologi tepat manfaat, dan pergeseran pola konsumsi. Tiga hal inilah yang kami usung sebagai kontribusi UKSW dalam tim akselerasi ini,” ujar Ir. Djoko menutup pernyataannya. Saat ini, kedua dosen tersebut tengah mempersiapkan materi untuk pertemuan lanjutan bersama Menteri Pertanian Republik Indonesia.

Dengan penunjukan ini, UKSW kembali meneguhkan diri dalam kontribusinya dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ke-2 tanpa kelaparan, SDGs ke-9 industri, inovasi, dan infrastruktur, SDGs ke-4 pendidikan berkualitas, SDGs ke-12 konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, serta SDGs ke-17 kemitraan untuk mencapai tujuan.

Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 28 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. Salam Satu Hati UKSW! (Ish_Timblik/foto:Ish)

Bagikan di jejaring sosial: