Dalam semangat peringatan Hari Kartini, tepat 146 tahun yang lalu, seorang perempuan lahir dari pasangan Raden Mas Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah, perempuan itu bernama Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Seorang tokoh intelektual yang kelak membawa perubahan besar terhadap kebebasan dan kesetaraan kaum perempuan.
Di tengah keluarga bangsawan yang sarat dengan kultur patriarki yang membelenggu, RA Kartini menjadi sosok yang berani mewujudkan tonggak perubahan terhadap peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Beliau senantiasa menjadi simbol perjuangan hak perempuan yang bergerak melintasi zaman, impian beliau melihat sebuah bangsa yang menjamin kebebasan dan kesetaraan terwujud dalam nilai-nilai modern yang hari ini kita rasakan.

Perempuan sebagai pendidik dan pembaharu
Hari ini peran perempuan dalam pembangunan nasional terutama pada sektor pendidikan dan pemberdayaan masyarakat menjadi unsur penting guna menyongsong Indonesia Emas 2045. Keterlibatan mereka di kalangan masyarakat sebagai akademisi, aktivis atau pun peneliti sosial mencerminkan bahwa perempuan adalah ibu bagi masyarakat, yakni simbol pengayom dan pendidik utama yang senantiasa hadir dalam kehidupan berbangsa.
Dalam momentum hari Kartini ini, Dr. Evi Maria, M.Acc., Ak., CA., Lektor Kepala Program Studi Sistem Informasi Akuntansi, Fakultas Teknologi Informasi (FTI), UKSW, mengingatkan pentingnya peran perempuan sebagai individu yang saling bergandengan dan memberi ruang bagi yang lain.
“Saya melihat peran perempuan bukan soal menunjukkan siapa yang lebih hebat, tapi bagaimana kita bisa berjalan bersama, saling menguatkan, dan memberi ruang bagi suara perempuan lain untuk tumbuh,” ujar Dr. Evi.
Sebagai seorang akademisi yang aktif terlibat dalam berbagai riset dan penelitian sosial, ibu dari dua anak perempuan ini juga menjelaskan pentingnya visi melayani masyarakat.
“Prinsip saya, pengabdian itu bukan soal membawa jawaban, tapi soal berjalan bersama. Kami (tim pengabdi) datang untuk belajar bersama, memberi semampu kami, dan melayani dengan hati. Dan yang paling penting, kami hadir untuk mendorong kemandirian di masyarakat, bukan menciptakan ketergantungan,” terangnya.
Di usianya yang menjelang 45 tahun, beliau memaknai sosok Kartini sebagai seorang pembaharu yang mampu memberikan akses pendidikan terhadap kaum perempuan. Meski di tengah situasi global dan tekanan sosial, semangat Kartini harus tetap hadir sebagai suara yang merdeka dan berani berkontribusi di berbagai bidang.
“Sekarang tantangannya adalah bagaimana perempuan bisa tetap hadir dengan suara dan kontribusinya di tengah kesibukan dan tekanan sosial,” imbuhnya.
Diketahui selama kurun waktu 2019-2024, Dr. Evi setidaknya telah melaksanakan dua program pengabdian dengan terjun secara langsung ke masyarakat, pertama yakni sebagai Penerima hibah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Program kreativitas Mahasiswa (PkM) tentang Pengenalan dan Penggunaan Teknologi Informasi bagi Desa dan Gereja. Kedua, sebagai Penerima hibah Kemendikbud Ristek skim Program Kreativitas Masyarakat dan skim Program pengembangan Desa Mitra untuk 6 program PkM tentang Tata Kelola Desa Wisata.

Kemauan dan kerja keras
Prof. Dr. Hanna Arini Parhusip, M.Sc., nat, Guru Besar Bidang Ilmu Matematika, Fakultas Sains dan Matematika (FSM), UKSW, mengungkapkan pentingnya kemauan dan kerja keras para perempuan akan keterbukaan akses pendidikan.
“Makna hari Kartini bagi saya, saya dapat mengakses pendidikan setinggi mungkin yang saya kehendaki, dapat mengakses dunia pekerjaan, dapat memperjuangkan kehidupan ekonomi yang dikehendaki,” ungkap Prof. Hanna.
Sebagai akademisi sekaligus Guru Besar perempuan pertama di bidang Ilmu Matematika, Prof. Hanna bertekad menjadi pengajar yang memiliki visi terhadap transformasi diri, membentuk pola pikir dan karakter mahasiswa adalah modal dasar guna mengarungi bahtera hidup ke depan.
Satu hal yang ditekankan oleh Prof. Hanna adalah bahwa perempuan haruslah mengedepankan intelektualitas dan logika. Berpikir dan bertindak logis adalah syarat untuk dapat memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan, keberanian untuk mengemukakan ide dan gagasan takkan berarti apabila tidak dibekali dengan kecakapan berpikir dan mengasah logika.
“Intuisi dan berpikir logis perlu dilatih bagi kaum perempuan dan dengan matematika dan ilmu sekitar. Hal itu sangat mendukungnya dapat berkontribusi aktif baik pada keilmuan maupun secara sosial,” tambahnya.
Prof. Hanna berpesan agar perempuan berpegang pada keberanian, kerja keras, dan kemandirian, perempuan dapat berjuang bersama-sama tumbuh sebagai individu maupun komunitas. Berani menggali potensi diri dan meraih pendidikan setinggi-tingginya merupakan kunci memaknai Kartini pada masa kini.
“Kemandirian dan kemajuan perempuan seyogyanya tetap mengedepankan bangunan keluarga yang ditempuhnya. Nilai-nilai yang ia contohkan akan menjadi cermin dan dampak bagi generasi selanjutnya,” tukasnya. (Ctr_TimKomblik/foto:istimewa)