Wakil Ketua 2 Forum Rektor Indonesia (FRI) periode 2025-2026, sekaligus Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Profesor Intiyas Utami, hadir dan memberikan dukungan penuh dalam Lokakarya Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang berlangsung di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Selasa (09/12/2025).
Digelar Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia, acara ini mempertemukan pemerintah, perguruan tinggi, dan berbagai pemangku kepentingan nasional. Agenda utama kegiatan ini yaitu merumuskan arah baru pemberdayaan masyarakat berbasis kolaborasi dan penguatan ekonomi rakyat.
Komitmen FRI dan Perguruan Tinggi
Dalam pernyataannya saat diwawancara di sela acara, Rektor Intiyas menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki mandat moral dan konstitusional untuk hadir dalam proses pembangunan masyarakat, tidak hanya melalui pendidikan dan penelitian, tetapi juga lewat kontribusi implementatif yang menyentuh sendi-sendi kehidupan sosial dan ekonomi.
“Saya menghadiri forum pengembangan masyarakat sebagai bagian dari program Forum Rektor Indonesia. Sebagai institusi kampus, tentu kami mendukung program pengembangan masyarakat melalui berbagai kegiatan yang bersifat implementatif,” ujarnya.
Ia mencontohkan salah satu program yang kini tengah menjadi perhatian pemerintah, yakni penguatan kerja sama Desa Merah Putih agar dapat bersinergi dengan berbagai unit usaha desa. Sinergi ini, menurutnya, tidak dapat berjalan optimal tanpa dukungan akademisi dan ekosistem kampus. “Hal ini membutuhkan dukungan kampus agar kedua lembaga ekonomi di masyarakat dapat tumbuh dan berkembang,” lanjutnya.
Rektor Intiyas juga mendorong FRI untuk memperluas peran mahasiswa melalui skema seperti Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik, program Tri Dharma terintegrasi, maupun model kelompok belajar yang secara langsung terlibat mendukung kerja sama desa dan usaha desa.
Ia menutup dengan harapan besar. “Harapan kami, seluruh kampus di Indonesia dapat memberikan dukungan dan inovasi sehingga kolaborasi antara pemerintah, kampus, dan masyarakat dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan keberhasilan bersama,” pungkasnya.
Negara Tidak Boleh Sekadar Menonton
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Dr. (H.C.) H. Muhaimin Iskandar, M.Si., dalam arahannya menegaskan pentingnya transformasi fundamental dalam pendekatan negara terhadap pemberdayaan ekonomi rakyat. Ia menekankan bahwa “negara tidak boleh sekadar menonton, negara harus memastikan kekayaan alam dan aset publik menjadi mesin kesejahteraan dengan efisiensi dan keadilan,” ujarnya.
Muhaimin mendorong pendekatan baru dari sekadar distribusi bantuan menuju penguatan kapasitas, diversifikasi ekonomi, dan penciptaan ekosistem usaha yang kondusif. Pendekatan ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo tentang pemerataan ekonomi dan peningkatan ketahanan masyarakat. “Semoga dari lokakarya ini lahir gagasan yang mempercepat terwujudnya Indonesia Maju dan Sejahtera,” pungkasnya.

Belajar dari Sejarah, Menyiapkan Masa Depan
Sesi refleksi kemudian menghadirkan empat tokoh penting yang telah mengawal perjalanan panjang pemberdayaan di Indonesia. Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Goenawan Soemodiningrat menyampaikan bahwa Inpres Desa Tertinggal (IDT) menekankan pembangunan manusia, perubahan pola pikir, dan penguatan kapasitas sebagai fondasi kebijakan modern. “Pembangunan manusia harus menjadi pusat pemberdayaan. Kita perlu menatap masa depan dengan ekonomi kreatif dan inovasi seperti blockchain desa,” tegasnya.
Sementara itu, Senior Advisor on Vocational Development for Workforce Readiness Daya Mahir Insani Pungky Sumadi menjelaskan bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) mendorong evolusi pemberdayaan kota dan dibuktikan dengan keberhasilan rekonstruksi Yogyakarta yang diakui dunia sebagai pembangunan kembali tercepat. “Rekonstruksi ini menunjukkan betapa kuatnya kolaborasi masyarakat,” ujarnya.
Di sisi lain, Praktisi dan Pemberdayaan Masyarakat, Koperasi, dan Ekonomi Kerakyatan Soejana Rojat menekankan bahwa Peogram Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah program pemberdayaan yang dijalankan sepenuhnya oleh masyarakat dan bertujuan membentuk masyarakat madani yang mandiri. “Kemandirian tercapai ketika masyarakat tidak lagi bergantung pada proyek pemerintah,” tuturnya.
Selanjutnya, tokoh Non-Governmental Organization (NGO) nasional yang bergerak dalam pendampingan masyarakat Wahyuddin Kessa menyatakan bahwa keberlanjutan program desa memerlukan tata kelola dan pendampingan yang jelas agar pembangunan tetap akuntabel. “Tanpa tata kelola yang kuat, pembangunan desa mudah kehilangan arah,” tandasnya.
Lokakarya ini turut dihadiri oleh berbagai asosiasi pemerintah daerah, organisasi filantropi, lembaga agama, organisasi masyarakat adat, akademisi, praktisi pembangunan, hingga sektor usaha. Kehadiran lintas lembaga ini meneguhkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah gerakan kolektif, bukan sekadar program sektoral.
Kehadiran Rektor UKSW Profesor Intiyas Utami yang juga merupakan Wakil Ketua II Forum Rektor Indonesia turut mendukung Tujuan Berkelanjutan (SDGs) ke-1 tanpa kemiskinan, SDGs ke-4 pendidikan berkualitas, SDGs ke-8 pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, serta SDGs 17 kemitraan untuk mencapai tujuan. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan Asta Cita Presiden poin 1 memperkuat perekonomian rakyat, poin 4 penguatan SDM, dan poin 5 pembangunan desa, daerah tertinggal, dan daerah perbatasan.
Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 34 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. Salam Satu Hati UKSW! (Ish_TimKomblik/foto:Ish)