UKSW Jadi Tuan Rumah Kementerian HAM Goes to Campus 2025, Angkat Isu Ketahanan Pangan dan HAM 

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) mendapat kehormatan menjadi tuan rumah dalam program “Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) Goes to Campus 2025” yang diselenggarakan pada Selasa (29/04/2025) secara hybrid di Balairung Universitas dan melalui platform zoom meeting

Bersama Pusat Studi Hukum Teori Konstitusi (PSHTK) Fakultas Hukum (FH), kegiatan penguatan kapasitas HAM bagi mahasiswa ini dikemas secara menarik dalam bentuk kuliah umum yang menghadirkan ruang diskusi interaktif, asyik, dan menyenangkan. “Ketahanan Pangan dan Hak Asasi Manusia: Indivisibilitas, Saling Bergantung, dan Saling Terkait” menjadi tema utama dalam acara ini. 

Sebanyak 867 peserta dari berbagai perguruan tinggi turut berpartisipasi yakni civitas academica UKSW, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Airlangga, Universitas Kristen Artha Wacana, Universitas Pancasakti Tegal, Universitas Islam Negeri Indonesia, Universitas Sragen, Universitas Teknologi Yogyakarta, dan Universitas YPPI Rembang. Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh Rektor Ketiga UKSW Periode 1983-1993 Profesor Dr (HC). Willi Toisuta, Ph.D.

Ketahanan Pangan dan HAM

Kuliah umum ini menghadirkan dua pembicara utama yaitu Direktur Jenderal (Dirjen) Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM Republik Indonesia Dr. Nicholay Aprilindo B., S.H., M.H., M.M., yang menyampaikan materi dengan topik “Ketahanan Pangan dan HAM”, sedangkan Dosen FH dan Peneliti PSHTK Dr. Titon Slamet Kurnia, S.H., M.H., menyampaikan materi dengan topik “Hak Atas Pangan dan Kebijakan Pangan Pemerintah: Sinyal Hadirnya Autocratic Legalism dalam Proyek Lumbung Pangan”. 

Mengawali paparannya, Dr. Nicholay Aprilindo B., mengungkapkan rasa haru dan bangganya bisa kembali di kampus yang pernah membentuknya, tempat ia menempuh studi sebagai mahasiswa FH UKSW angkatan 1986. “Saya sangat bersyukur bisa kembali ke kampus tercinta, tempat saya di bentuk menjadi pemimpin oleh pemimpin yang luar biasa yaitu Profesor Willy,” ungkapnya. 

Dr. Nicholay Aprilindo B., menjelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan isu strategis yang berkaitan erat dengan HAM. Hak atas pangan sebagai bagian dari HAM yang telah diakui dalam berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional. Ia menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab utama dalam menjamin pemenuhan hak atas pangan melalui sistem yang berdaulat, mandiri, dan berkelanjutan. “Pangan merupakan hak asasi manusia fundamental, di mana setiap orang berhak atas pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan cukup sesuai dengan keyakinan dan budaya lokal,” katanya.

Disampaikannya, pemerintah telah melakukan upaya agar warga negara Indonesia dapat memenuhi tiga pilar utama hak atas pangan meliputi ketersediaan, akses, dan kelayakan. Selain itu, prinsip HAM yang indivisible, interdependent, dan interrelated yakni ketahanan pangan menunjang hak hidup dan kesejahteraan, ketahanan pangan berhubungan dengan hak-hak lain, serta ketahanan pangan yang adil dan berkelanjutan. 

“Tak hanya pemerintah, mahasiswa juga memiliki peranan penting dalam mewujudkan ketahanan pangan yaitu dengan melakukan kajian dan riset berbasis HAM, advokasi dan pengawasan kebijakan publik, serta menyebarkan pemahaman dan penyebarluasan kesadaran HAM dalam ketahanan pangan kepada masyarakat,” imbuhnya. 

Peran Mahasiswa 

Sementara itu, Dr. Titon Slamet Kurnia menerangkan bahwa mencukupi kebutuhan pangan merupakan hal yang tidak terelakkan lagi, hal ini adalah tantangan bagi pemerintah karena tindakan pemerintah telah banyak dibatasi oleh hukum sehingga menjadi tidak leluasa. Preskripsi demikian tetap harus dipertahankan sehingga bagaimana pemerintah mengimplementasikan kebijakannya tetap harus sesuai dengan batas-batas kekuasaan dalam hal ini adalah HAM. 

“Secara khusus kepada mahasiswa Fakultas Hukum sebagai calon-calon Sarjana Hukum, pemahaman tentang advokasi HAM sangat penting, HAM adalah kewajiban pemerintah, bukan belas kasih, atau grace, kepada kita. Walaupun kebijakan-kebijakan pemerintah berdampak positif terhadap kesejahteraan rakyat secara umum, kita tetap harus memiliki kepekaan kepada mereka-mereka yang dalam jumlah sedikit tetapi terpinggirkan,” pungkasnya. 

Dekan Fakultas Hukum Profesor Dr. Umbu Rauta, S.H., M.Hum., menyampaikan melalui kegiatan ini pemerintah dapat memberikan pengayaan kepada mahasiswa terkait pentingnya pemahaman HAM dan ketahanan pangan di Indonesia. “Kami melihat isu ketahanan pangan sebagai persoalan krusial yang berkaitan langsung dengan pemenuhan HAM. Hal ini juga sejalan dengan mata kuliah wajib di FH yaitu Hak Asasi Manusia,” katanya. 

Profesor Dr. Umbu Rauta, juga berharap dengan pelaksanaan acara ini terjalin kerja sama dan terbangun relasi yang kuat dengan Kementerian HAM. “Kami berharap kegiatan ini menjadi langkah awal untuk membangun kerja sama dengan Kementerian HAM, oleh karena itu dalam acara ini dilakukan penandatangan Implementation Arrangement tentang kuliah umum ini,” ujarnya. 

Sementara itu, dalam sambutannya, Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Provinsi Jawa Tengah Mustafa Beleng, S.H., M.H., menyampaikan apresiasinya atas tingginya animo para peserta dalam mengikuti kuliah umum ini. “Kami mengucapkan terima kasih karena UKSW telah membantu kami menjalankan program penguatan HAM yang dilakukan oleh pemerintah bagi mahasiswa ini,” katanya. 

Mustafa Beleng menekankan bahwa hak atas pemenuhan kebutuhan dasar yakni pangan yang sehat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari HAM dan menjadi tanggung jawab bersama. 

Antusiasme para peserta kental terasa dalam kuliah umum kali ini, hal ini tercermin pada sesi diskusi interaktif bersama pembicara. Salah satunya, Divaindly rintho A. Biney mahasiswa Program Studi (Pordi) Ilmu Hukum FH UKSW, ia mengaku mendapatkan wawasan baru mengenai kaitan HAM dengan ketahanan pangan. “Dari pembahasan tadi saya menjadi tahu bahwa pada dasarnya HAM bukan cuma sekedar tentang hak individu, tetapi harus dipandang untuk seluruh kepentingan masyarakat,” ungkap mahasiswa asal Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara tersebut. 

Acara ini menandaskan komitmen UKSW untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) ke-3 kehidupan sehat dan sejahtera, ke-4 pendidikan berkualitas, dan ke-12 konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 28 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. Salam Satu Hati UKSW! (Wiw_TimKomblik/foto: Hes)

Bagikan di jejaring sosial: